Revolusi Rusia ( Bolsheviks 1917 ) - Pasca Perang Dunia I, derajat kaum
buruh meningkat karena mereka dianggap memiliki andil besar. Kerja mereka
sangat dibutuhkan dalam mencukupi kebutuhan selama perang berlangsung. Maka dari
itu, golongan buruh semakin kuat kedudukannya. Keadaan ini terjadi pula di
Rusia atau Uni Soviet yang memiliki nama negara USSR (Union of Soviet
Socialist Republics).
1. Latar Belakang Lahirnya Revolusi
Rusia
Kekalahan tentara Rusia (Soviet)
pada Perang Dunia II membawa Rusia ke dalam masa suram. Setelah tahun 1918,
masyarakat Rusia kekurangan makanan dan konflik tanah merupakan hal yang sukar
diatasi. Pemerintahan dinilai terlalu lemah oleh kaum Bolsheviks. Pemerintahan
pada waktu berada dalam kekuasaan kaum Mensheviks, kelompok lain dalam gerakan
sosialis Rusia. Sementara itu, kaum Bolsheviks merupakan pecahan dari Partai
Demokratik Sosialis Rusia, yang didirikan oleh Vladimir I Lenin yang ditunjuk
sebagai pemimpin partai pada tahun 1898.
2. Peristiwa Bolsheviks 1917
Pada tahun 1903, Partai Demokratik
Sosialis Rusia pecah menjadi dua: Mensheviks dan Bolsheviks. Pada 16-17 Juli
1917, kaum Bolsheviks mengadakan demonstrasi di bawah pimpinan Lenin melawan
pemerintahan. Mereka menuntut pemerintahan Nicholas II untuk turun dan
digantikan segera oleh pemerintahan darurat oleh Lvov. Pada tanggal 25 Oktober
1917, terjadilah huruhara terhadap pemerintahan Alexander Kerensky.
Pada hari yang sama berlangsung pula
rapat umum yang dihadiri mayoritas kaum buruh di Petrograd (sebelumnya bernama
St. Petersburg dan kemudian menjadi Leningrad). Yang hadir pada rapat itu
adalah pemimpin Bolsheviks Lenin, Komisaris Luar Negeri Bolsheviks Trotsky,
Komisaris Dalam Negeri Bolsheviks Aleksei Ivanovich Rykov, dan Komisaris
Nasionalis Joseph Stalin. Program Lenin dalam revolusinya adalah
penyerahan tanah-tanah kepada petani, pembagian makanan, serta perdamaian.
Sejak 8 November 1917, setelah
Revolusi Oktober berhasil, Uni Soviet dipimpin oleh Vladimir Ilyich Ulyanov atau
lebih dikenal dengan Lenin (1870-1924). Pada masa kepemimpinannya, Lenin
menjalankan roda pemerintahan dengan tangan besi. Untuk merealisasikan
idealismenya tentang kekuasaan, pada Desember 1917 Lenin mendirikan Cheka
atau Polisi Rahasia yang digunakan untuk meneror lawan-lawan
politiknya.
Lenin dengan pemerintahan
Bolsheviks-nya tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang menjadi
lawannya. Lenin sendiri mengatakan bahwa kekuasasan yang ia pegang sebagai kekuasaan
berdasarkan kekuatan dan tidak dibatasi oleh hukum apapun. Pada Juli 1918, Tsar
(Kaisar) Nicholas II dan keluarganya dihukum mati oleh kaum
Bolsheviks secara kejam. Kemudian pada 3 Maret 1918, Lenin menandatangani
Perjanjian Brest- Litovsk.
Tak lama, terjadilah perang saudara
antara “tentara putih” yang didukung oleh anggota Kerajaan Rusia (sanak-saudara
Nicholas), para pebisnis, tentara, pegawai pemerintahan, serta kaum gereja
ortodoks Rusia melawan “tentara merah” yang didukung penuh oleh kaum komunis
pimpinan Lenin. Dalam perang ini, tentara putih dibantu Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, dan Jepang.
Akhirnya, perang saudara ini
dimenangkan tentara merah pimpinan Leon Trotsky. Pada saat itu juga
terjadi tragedy kemanusiaan, kelaparan yang menghebat di seluruh negeri. Lenin
pun kemudian melakukan kejutan bagi kaum komunis, yakni menginzinkan adanya
perusahaan-perusahaan milik pribadi serta toko-toko untuk melakukan bisnis
kembali, guna mengatasi keadaan ekonomi darurat. Kehidupan Lenin berakhir di
ranjang tidur akibat serangan jantung sebanyak tiga kali pada tanggal 21
Januari 1924. Lenin meninggal sebelum propaganda komunismenya berlanjut.
Sementara itu Partai Bolsheviks berubah nama menjadi Partai Komunis Rusia.
3. Kehidupan Uni Soviet Pasca Lenin
Sepeninggal Lenin, terdapat tokoh
komunis lain, yakni Leon Trostky. Namun, akhirnya Uni Soviet diambil
alih oleh seorang kader komunis lain yang tidak disukainya, Joseph Stalin.
Dalam pandangan Lenin, karakter Stalin terlalu keras dan tidak terlalu berbakat
menjadi seorang pemimpin komunis. Keberhasilan Stalin untuk meraih tampuk
kepemimpinan adalah dengan meminta dukungan dari dua anggota Politbiro Komunis
yang sangat berpengaruh, yaitu Lev Kamanev dan Grigoni Zinoviev
Trostky.
Setelah itu, Partai Komunis Uni
Soviet dipimpin langsung oleh Stalin. Kedudukannya semakin hari semakin kuat
yang pada ujungnya menghantarkan Stalin menjadi seorang penguasa dictator pada
1929. Selama masa kekuasaannya, Stalin tidak kalah kejam dari Lenin. Stalin
membuat kebijakan yang sangat kontroversial.
Seluruh petani di Uni Soviet
diwajibkan untuk bergabung ke dalam Kolkhozy, sebuah lembaga khusus
petani yang didirikan oleh pemerintahan Stalin. Lembaga Kolkhozy kemudian wajib
menjual seluruh komoditasnya kepada pemerintah dengan harga yang sangat rendah.
Hasil dari strategi Stalin digunakannya untuk membiayai industri-industri yang
sedang berkembang di Uni Soviet.
Akibat dari strategi ini,
selama 1932 sampai 1933, para petani menderita kelaparan karena miliknya digunakan
untuk industri. Kelaparan ini menewaskan 5 hingga 7 juta penduduk Uni Soviet.
Petani-petani yang memberontak harus mengakhiri hidupnya di tangan pemerintah
atau menjalani kerja paksa di Semenanjung Siberia dan dataran rendah Kaspia.
Industri Uni Soviet melaju dengan
pesat akibat sokongan para petani. Akan tetapi, perkembangan industri tersebut
terhambat langsung tatkala berlangsung Perang dunia II. Pasca PD II, industri
kembali dilanjutkan. Stalin sendiri meninggal dunia pada tahun 1953 akibat serangan
jantung.
4. Pengaruh Revolusi Bolsheviks
terhadap Perkembangan Komunisme
Peristiwa Bolsheviks di Petrograd
pada selanjutnya banyak mengilhami pergerakan kaum komunis di penjuru Asia
lainnya, seperti yang terjadi di Cina dan Indonesia. Dengan semangat buruh (di
Rusia) dan petani (di Cina), partai komunis di perbagai negara mengalami
perkembangan yang relatif cepat karena sifatnya yang agresif lagi revolusioner.
Peristiwa kudeta ala Lenin cukup
mengilhami petinggipetinggi di negara lainnya untuk melakukan kup politik
berdarah. Dan setelah kudeta politik berhasil dan para petinggi komunis
tersebut naik jabatan, maka kebijakan-kebijakan negara pun bukannya ditujukan
pada kemakmuran rakyat jelata (proletar) yang sebelumnya mereka perjuangkan.
Sebaliknya, sejarah senantiasa
mencatat bahwa pemerintahan komunis yang dicapai melalui kudeta berdarah, acap
kali malah melupakan rakyat (petani dan buruh) yang dulu mendukungnya. Para
pemimpin komunis cenderung memerhatikan partai komunis mereka ketimbang rakyat
kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar