PENGERTIAN KEBUDAYAAN



KEBUDAYAAN

Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah : hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.  Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”. Senada dengan Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada bukunya Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. 

Pengertian Kebudayaan dalam bahasa inggris disebut culture. merupakan suatu istilah yang relatif baru karena istilah culture sendiri dalam bahasa inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Sebelumnya pada tahun 1843 para ahli antropologi memberi arti kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture dan holticulture. Hal ini bisa kita mengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Pada arti kiasan kata itu juga berarti "pembentukan dan pemurnian jiwa". Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York ; Brentano's, 1924), hal 1, yang mendefinisikan pengertian kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang lazimnya disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia manapun kebudayaan tersebut dapat ditemukan, seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Beberapa dari orang yang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan, seperti Bronislaw Malinowski dan C. Kluckhoh. 
a. Bronislaw Malinowski
Bronislaw Malinowski menyatakan bahwa ada empat unsur pokok kebudayaan yang meliputi sebagai berikut...

  • Sistem norma-norma yang memungkinkan kerja sama antaranggota masyarakat agar menyesuaikan dengan alam sekelilingnya. 
  • Organisasi ekonomi
  • Alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). 
  • Organisasi kekuatan (politik)

b. C. Kliucckhohn
Kliucckhohn menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu sistem mata pencaharian hidup; sistem peralatan dan teknologi; sistem organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa; kesenian; sistem religi dan upacara keagamaan.

c. Herskovits

Herskovits memandang bahwa kebudayaan merupakan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai superorganik.

d. Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung bentuk dari keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

e. Edward Burnett Tylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan dari yang kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri khusus dari sebuah kebudayaan yang masing-masing masyarakat yang berbeda. Pada masyarakat Barat makan sambil berjalan, bahkan setengah berlari adalah hal yang biasa karena bagi mereka the time is money. Hal ini jelas berbeda dengan masyarakat timur. Jangankan makan sambil berjalan, bahkan makan berdiri saja sudah melanggar etika. Walaupun demikian, secara garis besar, seluruh kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama. Sifat-sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut...

  • Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia. 
  • Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. 
  • Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya. 
  • Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan. 

Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia, atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya akulturasi. 

Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat atau bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga sekelompok individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas kelompok individu di sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari kebudayaannya. 
Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai berikut.. 

  • Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah pada alat tulis menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsur-unsur kebudayaan barat. 
  • Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio transistor yang banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media. 
  • Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik penggilingan. 

Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah sebagai berikut... 

  • Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup, dan lainnya
  • Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang sangat mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok lainnya. 


LOCAL GENIUS



Pengertian Local Genius
H.G. Quaritch Wales merupakan seorang sarjana yang pertama kali melontarkan, bahkan menciptakan istilah local genius. Meskipun selanjutnya dikembangkan oleh F.D.K. Bosch seorang arkeolog klasik yang banyak berjasa di tanah air.
Istilah logal genius pertama kali dikenalkan oleh Quaritch Wales, yang dijelaskan sebagai “the sum of the cultural characteristics which the vast majority of people have in common as a result of their experience in early life”, (keseluruhkan cirri-ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh masyarakat atau bangsa sebagai hasil pengalaman mereka di masa lampau). Menurut ia local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan. Akibatnya terjadilah suatu proses akulturasi, di mana kebudayaan setempat menerima pengaruh kebudayaan asing. Sehingga pengertian ini diperoleh dari pengamatannya atas hubungan yang terjadi pada waktu kebudayaan Indonesia menerima pengaruh dari kebudayaan India.
Hal ini terlihat dari Indonesia bagian barat yang menerima secara penuh, sehingga terlihat seperti meniru kebudayaan India. Akan tetapi sebaliknya, di Indonesian bagian timur kebudayaan India hanya sebagai perangsang bagi perkembangan setempat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan setempat (prasejarah) tetap mampu mempertahankan salah satu unsur kebudayaan, yaitu ragam hias geometris. Dan kemampuan inilah yang disebut dengan local genius.
Selain Quaritch Wales ada Bosch yang lebih lanjut mengembangkan pengertian local genius. Disini Bosh lebih menitikberatkan perhatiannya pada pelaku penerima kebudayaan tersebut. Menurut pendapatnya, proses penerimaan kebudayaan tersebut dilakukan oleh para pendeta Indonesia. Sebelumnya pendeta ini pergi untuk menuntut ilmu ke India. Kemudian kembali ke  Indonesia dan mengamalkan ilmu yang mereka peroleh. Pengamalan dari meraka yang sampai kepada kita sampai sekarang seperti candid an karya sastra.

2.2 Hakikat Local Genius
Seorang tokoh arkeologi Quaritsch Wales dalam bukunya The Making of Greater India: A Study in South-east Asia Cultural Change. Kenyataannya bahwa bentuk-bentuk kesenian di Jawa, Khmer, dan Indo Cina menunjukkan satu sumber yang sama yaitu India. Buadaya yang tersebar ke luar daerah sekitarnya dalam kadar dan tingkat yang berbeda-beda, tetapi melalui proses penirimaan yang positif (positif reception) terhadap pengaruh-pengaruh luar oleh daerah setempat dengan cara dan sikap yang berbeda.
Menanggapi masalah penyebaran kebudayaan ini ada teori yang menyatakan bahwa gelombang imigran yang mendirikan koloni-koloni di  daerah sebrang merupakan pusat-pusat penyebaran kebudayaan. Hal ini menjadi hal yang mungkin apabila dihubungkan dengan kedatangan mereka sebagai saudagar. Hubungan perdagangan lambat-laun berkembang menjadi pemukiman-pemukiman yang kokoh.
Dalam sejarah Indonesia, budaya kita bukan karena atau hanya pengaruh dari luar atau negara lain, tetapi bangsa Indonesia mempunyai ketrampilan dan intelektual lokal asli (Local genius) yang sebenarnya tidak kalah dibanding dengan kebudayaan bangsa lain.
Bahkan JLA. Brandes dan C. Coedes berhasil meneliti dan menemukan 10 kebudayaan asli Indonesia:
  1. JLA. Brandes:
  • Bercocok tanam padi di sawah
  • Prinsip dasar permainan wayang untuk mendatangkan roh
  • Mengenal seni gamelan dari perunggu
  • Pandai membatik/tulisan hias
  • Pola susunan masyarakat Macapat
  • Mengenal alat tukar dalam perdagangan
  • membuat barang-barang dari logam (perundagian) terutama perunggu
  • Kemampuan yang tinggi dalam bidang pelayaran
  • Pengetahuan tentang astronomi
  • Susunan masyarakat yang teratur
2. C. Coedes
  • Memelihara ternak
  • Ketrampilam perundagian (cetak logam/pembuatan alat2 dari logam)
  • Ketrampilan pelayaran samudera luas
  • Sistem kekerabatan Matrilineal
  • Kepercayaan animisme, dinamisme, dan pemujaan roh leluhur
  • Mengenal sistem irigasi untuk pertanian
  • Ketrampilan membuat alat-alat dari tanah liat (tembikar/gerabah)
  • Kepercayaan kepada penguasa gunung
  • Cara pemakaman pada kubur batu atau dolmen
  • Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmos
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan sejarah di Indonesia sebagai "Local genius" yang berbeda dengan pengaruh dari kebudayaan India, Cina, Arab, maupun Eropa atau Dunia Barat. Itu kesimpulan atau analisa yang salah, sebab Indonesia telah mempunyai teknologi tersendiri yang tak kalah maju dengan bangsa lain. Contoh:
  1. Bangunan Candi Borobudur, Prambanan, dan sebagainya
  2. Astonomi dan pelayaran bangsa Bugis dan Makasar
  3. Rumah-rumah adat atau daerah yang tahan gempa
  4. Sistem Tulisan dan bahasa asli dari suku-suku bangsa di Indonesia
2.3 Pengertian Local Wisdom
Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Sedangkan menurut Gobyah, 2009 kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Dari kedua definisi tersebut maka local wisdom dapat diartikan sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
Dalam disiplin antropologi local wisdom dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19).
Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
  1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
  2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
  3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
  4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
  5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau baik berpenghuni ataupun tidak berpunghuni, dilintasi garis khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah yang cukup luas dengan keberagaman kekayaan alam membuat Indonesia memilii beragam suku bangsa, beragam kepercayaan, beragam adat istiadat, dan beragam kebuadayan yang semuanya bergabung menjadi satu, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi pedoman bagi mereka. Tiap daerah mempunyai kebudayaannya masing-masing, mempunyai kebijakan dan kearifan yang berbeda-beda.
2.4 Relevansi Local Genius dalam Modernisasi
Pengertian modern selalu dihubungkan dengan Eropa, terutama Eropa Barat. Zaman modern adalah zaman yang coraknya ditentukan oleh pengaruh-pengaruh Eropa Barat. Bangsa Indonesia kira-kira tahun 1600 telah berhubungan dan berhadapan dengan bangsa-bangsa Barat, namun baru sekitar tahun 1900 baru menginjak zaman modern. Hal ini disebabkan karena bangsa Eropa sendiri baru dalam abad ke 19-an menjadi modern, sehingga sejak abad tersebut pengaruhnya baru terasa meresapi jiwa Indonesia.
Untuk menyaring local genius yang dibutuhkan dalam rangka mendukung proses modernisasi secara wajar, perlu diketahui masalah dan tantangan yang sedang dihadapi. Seperti peristiwa para saudagar India yang berdatangan ke Indonesia untuk mengadakan perdagangan. Pada zaman itu saudagar meperdagangkan barang-barang kerajinannya, tidak secara langsung mereka membawa perubahan dalam system kehidupan masyarakat setempat. Artinya struktur kehidupan asyarakat Indonesia tidak berubah, karena industry kerajinan itu. Hal ini berarti masyarakat Indonesia mampu mempertahankan local genius yang berlaku dan mengintegrasikan nilai-nilai baru ke dalam struktur kehidupan yang ada.
Berlainan halnya dengan perdagangan dengan pihak Barat. Pihak Barat dalam berdagang menggunakan system kapitalisme yang ditandai oleh beberapa criteria, yaitu produksi missal berdasarkan pasaran kerja yang bebas, system keuangan yang memungkinkan arus perdagangan pasar dan persaingan bebas. Perdagangan semacam itu antara Barat dengan Negara-negara di Asia lambat laun dan secara langsung akan mempengaruhi struktur kehidupan masyarakat, sehingga akulturasi tidak senantiasa menumbuhkan local genius yang berlaku dalam tradisi atau bahkan mungkin akan menggeser nila-nilai dasar itu sendiri. Proses akulturasi demikian akan jauh lebih sulit dan berat, seperti yang dialami oleh masyarakat-masyarakat Asia, termasuk Indonesia.
Jika dilihat dari system perdagangan yang diadakan antara Indonesia sebagai Negara berkembang dengan negara-negara maju dari Barat, maka masalahnya menjadi lebih rumit. Hal ini disebabkan salah satunya karena kualitas dari barang daganganya yang lebih tinggi. Selai itu menunjukkan dasar pengetahuan teknologi dengan kecanggihan tinggi sebagai latar belakangnya. Tentu saja bangsa Indonesia ingin menguasai teknologi yang berkembang di Negara Barat tersebut, sehingga dapat memproduksi sendiri kebutuhan masyarakat dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak konsumtif terhadap barang impor dan tidak bergantung dengan Negara-negara Barat.
Masyarakat Indonesia dan masyarakat Jawa pada khususnya, dalam perkembangan sejarahnya yang dipengaruhi kebudayaan India mempunyai kecenderungan pada sikap esoteric dan mudah berorientasi pada alam transcendental. Jika orientasi ini tidak diimbangi oleh keterbukaan ke dunia luar, suatu eksoterisme dan keterarahan kepada dunia nyata dan kongkrit, akan dijumpai kesulitan dalam mengajak masyarakat untuk bersikap produktif, maju dan positif terhadap teknologi sehingga local genius perlu digali karena merupakan cirri-ciri kebudayaan masyarakat setermpat untuk dijadikan perangkat dasar dalam suatu proses modernisasi. Pengembangan local genius memiliki maksud baik secara batiniyah (subyektif) maupun secara lahiriyah (obyektif).
Kemajuan masyarakat melalui modernisasi, menuruut Toynbee dalam salah satu bukunya mengenai sejarah, ditentukan oleh dua criteria, yaitu secara lahiriyah penguasaan terhadap dunia lingkungannya melalui teknologi, dan secara batiniyah perkembangan kemampuan masyarakat untuk menentukan sendiri (self determination). Kedua unsure tersebut merupakan criteria yang berjalan secara dialektis.
Memiliki kekuatan dalam teknologi (pemanfaatan teknologi) tetapi dalam self determination hanya akan membuat masyarakat tergantung kepada masyarakat lain. Perkembangan ilmu, teknologi dan industrialisasi di Negara-negara Barat pada kenyataannya berjalan secara bersama dengan sikap positif dan kemandirian dari Negara-negara tersebut. Sehingga mereka menjadi Negara maju yang mandiri, kuat, dan mampu. Namun Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tidak mengalami perkembangan yang seimbang dan selaras antara ilmu, teknologi dan industrialisasi disatu pihak dengan pihak-pihak positif dan self determination dilain pihak.
Dalam keadaan sekarang, ilmu, teknologi dan industrialisasi didatakan dan dicangkokkan secara eksogen ke dalam kebudayaan bangsa dengan sikap, pola, dan cara hidup yang belum sepenuhnya mampu mendukung penguasaan ilmu, dan teknologi tersebut. Dalam modernisasi perlu dicari dan ditemukan mana local genius yang secara endogen berkembang dan tumbuh dalam masyarakat, yang dipupuk dan diungkapkan dalam orientasi, persepsi, sikap dan cara hidup yang sesuai dan mampu mendukung proses modernisasi.
Selain itu Toynbee juga mengutuarakan bahwa kebudayaan akan berkembang apabila ada keseimbangan antara challenge dan  response. Jika challengenya terlalu besar sedangkan kemampuan untuk merespon terlalu kecil, maka kebudayaan tersebut akan terdesak. Sebaliknya jika challenge terlalu kecil, kreativitas masyarakat tidak tumbuh. Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini challenges untuk modernisasi menjadi suattu tantangan budaya yang cukup besar sehingga masyarakat harus mempuyai kemampuan untuk menjawab tantangan tersebut.
Kemampuan untuk menjawab akan terbentuk apabila local genius dengan segala tahap kehidupannya yang meliputi orientasi, persepsi, sikap dan cara hidup ditumbuhkan dari dalam dan dimanifestasikan dalam bentuk lahiriyah. Challenges yang actual sekarang ini berbentuk ilmu dan teknologi, Karena disamping kemampuannya untuk meningkatkan kemajuan melalui industrialisasi dengan memasuki jalur kehidupan masyarakat, sehingga mampu menciptakan struktur tersendiri yang serba teknokratis. Tantangan tersebut mendorong perlunya menumbuhkan kemampuan response dengan orientasi yang berpusat pada manusia dan kemanusiaan.


Tugas Kls. X IPA 3 Sman 1 Turen




TUGAS SEJARAH INDONESIA
Untuk Kelas X IPA 3
Tgl, 4 April 2017

Baca Buku Teks SEJARAH INDONESIA KLS XI Tentang Keserakahan Kongsi Dagang VOC.

Kerjakan :

  1. Jelaskan latarbelakang dan tujuan lahirnya Kongsi dagang VOC ?
  2. Sebutkan hak-hak istimewa VOC serta dampaknya bagi nusantara ?
  3. Sebutkan usaha-usaha Gubernur Jendral JP. Coen untuk memperkokoh kedudukan VOC di nusantara ?
  4. Apa yang dimaksud dengan Politik Devide et impera dan berikan contohnya ?
  5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pelayaran Hongi dan bagaimana pelaksanaannya ? ( Cari di internet ).
  6. Jelaskan sikap, sifat-sifat bangsa penjajah terhadap daerah yang dikuasainya ?
  7. Pada abad ke 18 VOC mulai mengalami kebangkrutan. Jelaskan faktor penyebab kebangkrutan VOC.
  8. Bagaimana penilaian kamu tentang praktik korupsi yang dilakukan pegawai VOC dan bagaimana dengan yang terjadi di Indonesia dewasa ini ?



Nn,S.Pd


NB :

  •  Kerjakan dengan mengunakan Bolpoin di buku catatan Sejarah