Pengertian Local Genius
H.G. Quaritch Wales merupakan
seorang sarjana yang pertama kali melontarkan, bahkan menciptakan istilah local
genius. Meskipun selanjutnya dikembangkan oleh F.D.K. Bosch seorang arkeolog
klasik yang banyak berjasa di tanah air.
Istilah logal genius pertama kali
dikenalkan oleh Quaritch Wales, yang dijelaskan sebagai “the sum of the
cultural characteristics which the vast majority of people have in common as a
result of their experience in early life”, (keseluruhkan cirri-ciri kebudayaan
yang dimiliki bersama oleh masyarakat atau bangsa sebagai hasil pengalaman
mereka di masa lampau). Menurut ia local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam
menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu
berhubungan. Akibatnya terjadilah suatu proses akulturasi, di mana
kebudayaan setempat menerima pengaruh kebudayaan asing. Sehingga pengertian ini
diperoleh dari pengamatannya atas hubungan yang terjadi pada waktu kebudayaan
Indonesia menerima pengaruh dari kebudayaan India.
Hal ini terlihat dari Indonesia
bagian barat yang menerima secara penuh, sehingga terlihat seperti meniru
kebudayaan India. Akan tetapi sebaliknya, di Indonesian bagian timur kebudayaan
India hanya sebagai perangsang bagi perkembangan setempat. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan setempat (prasejarah) tetap mampu mempertahankan
salah satu unsur kebudayaan, yaitu ragam hias geometris. Dan kemampuan inilah
yang disebut dengan local genius.
Selain Quaritch Wales ada Bosch yang
lebih lanjut mengembangkan pengertian local genius. Disini Bosh lebih
menitikberatkan perhatiannya pada pelaku penerima kebudayaan tersebut. Menurut
pendapatnya, proses penerimaan kebudayaan tersebut dilakukan oleh para pendeta
Indonesia. Sebelumnya pendeta ini pergi untuk menuntut ilmu ke India. Kemudian
kembali ke Indonesia dan mengamalkan ilmu yang mereka peroleh. Pengamalan
dari meraka yang sampai kepada kita sampai sekarang seperti candid an karya
sastra.
2.2 Hakikat Local Genius
Seorang tokoh arkeologi Quaritsch
Wales dalam bukunya The Making of Greater India: A Study in South-east Asia
Cultural Change. Kenyataannya bahwa bentuk-bentuk kesenian di Jawa, Khmer, dan
Indo Cina menunjukkan satu sumber yang sama yaitu India. Buadaya yang tersebar
ke luar daerah sekitarnya dalam kadar dan tingkat yang berbeda-beda, tetapi
melalui proses penirimaan yang positif (positif reception) terhadap
pengaruh-pengaruh luar oleh daerah setempat dengan cara dan sikap yang berbeda.
Menanggapi masalah penyebaran
kebudayaan ini ada teori yang menyatakan bahwa gelombang imigran yang
mendirikan koloni-koloni di daerah sebrang merupakan pusat-pusat
penyebaran kebudayaan. Hal ini menjadi hal yang mungkin apabila dihubungkan
dengan kedatangan mereka sebagai saudagar. Hubungan perdagangan lambat-laun
berkembang menjadi pemukiman-pemukiman yang kokoh.
Dalam sejarah Indonesia, budaya kita bukan karena atau hanya
pengaruh dari luar atau negara lain, tetapi bangsa Indonesia mempunyai
ketrampilan dan intelektual lokal asli (Local genius) yang sebenarnya tidak
kalah dibanding dengan kebudayaan bangsa lain.
Bahkan JLA. Brandes dan C. Coedes
berhasil meneliti dan menemukan 10 kebudayaan asli Indonesia:
- JLA. Brandes:
- Bercocok tanam padi di sawah
- Prinsip dasar permainan wayang untuk mendatangkan roh
- Mengenal seni gamelan dari perunggu
- Pandai membatik/tulisan hias
- Pola susunan masyarakat Macapat
- Mengenal alat tukar dalam perdagangan
- membuat barang-barang dari logam (perundagian) terutama perunggu
- Kemampuan yang tinggi dalam bidang pelayaran
- Pengetahuan tentang astronomi
- Susunan masyarakat yang teratur
2. C. Coedes
- Memelihara ternak
- Ketrampilam perundagian (cetak logam/pembuatan alat2 dari logam)
- Ketrampilan pelayaran samudera luas
- Sistem kekerabatan Matrilineal
- Kepercayaan animisme, dinamisme, dan pemujaan roh leluhur
- Mengenal sistem irigasi untuk pertanian
- Ketrampilan membuat alat-alat dari tanah liat (tembikar/gerabah)
- Kepercayaan kepada penguasa gunung
- Cara pemakaman pada kubur batu atau dolmen
- Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmos
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
peninggalan-peninggalan sejarah di Indonesia sebagai "Local genius"
yang berbeda dengan pengaruh dari kebudayaan India, Cina, Arab, maupun Eropa
atau Dunia Barat. Itu kesimpulan atau analisa yang salah, sebab Indonesia telah
mempunyai teknologi tersendiri yang tak kalah maju dengan bangsa lain. Contoh:
- Bangunan Candi Borobudur, Prambanan, dan sebagainya
- Astonomi dan pelayaran bangsa Bugis dan Makasar
- Rumah-rumah adat atau daerah yang tahan gempa
- Sistem Tulisan dan bahasa asli dari suku-suku bangsa di Indonesia
2.3 Pengertian Local Wisdom
Kearifan Lokal atau sering disebut
Local Wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau
wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Sedangkan menurut Gobyah,
2009 kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau
ajeg dalam suatu daerah.
Dari kedua definisi tersebut maka
local wisdom dapat diartikan sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang
berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang
bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.
Dalam disiplin antropologi local
wisdom dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang
mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara
panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara
lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural
identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut
mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri
(Ayatrohaedi, 1986:18-19).
Sementara Moendardjito (dalam
Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai
local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat)
dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
- Mampu bertahan terhadap budaya luar
- Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
- Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
- Mempunyai kemampuan mengendalikan
- Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau baik berpenghuni ataupun tidak
berpunghuni, dilintasi garis khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan
Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah yang cukup
luas dengan keberagaman kekayaan alam membuat Indonesia memilii beragam suku
bangsa, beragam kepercayaan, beragam adat istiadat, dan beragam kebuadayan yang
semuanya bergabung menjadi satu, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
(berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Kebudayaan yang beraneka ragam itu
mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi pedoman bagi mereka. Tiap
daerah mempunyai kebudayaannya masing-masing, mempunyai kebijakan dan kearifan
yang berbeda-beda.
2.4 Relevansi Local Genius dalam
Modernisasi
Pengertian modern selalu dihubungkan
dengan Eropa, terutama Eropa Barat. Zaman modern adalah zaman yang coraknya
ditentukan oleh pengaruh-pengaruh Eropa Barat. Bangsa Indonesia kira-kira tahun
1600 telah berhubungan dan berhadapan dengan bangsa-bangsa Barat, namun baru
sekitar tahun 1900 baru menginjak zaman modern. Hal ini disebabkan karena
bangsa Eropa sendiri baru dalam abad ke 19-an menjadi modern, sehingga sejak
abad tersebut pengaruhnya baru terasa meresapi jiwa Indonesia.
Untuk menyaring local genius yang
dibutuhkan dalam rangka mendukung proses modernisasi secara wajar, perlu
diketahui masalah dan tantangan yang sedang dihadapi. Seperti peristiwa para
saudagar India yang berdatangan ke Indonesia untuk mengadakan perdagangan. Pada
zaman itu saudagar meperdagangkan barang-barang kerajinannya, tidak secara
langsung mereka membawa perubahan dalam system kehidupan masyarakat setempat.
Artinya struktur kehidupan asyarakat Indonesia tidak berubah, karena industry
kerajinan itu. Hal ini berarti masyarakat Indonesia mampu mempertahankan local
genius yang berlaku dan mengintegrasikan nilai-nilai baru ke dalam struktur
kehidupan yang ada.
Berlainan halnya dengan perdagangan
dengan pihak Barat. Pihak Barat dalam berdagang menggunakan system kapitalisme
yang ditandai oleh beberapa criteria, yaitu produksi missal berdasarkan pasaran
kerja yang bebas, system keuangan yang memungkinkan arus perdagangan pasar dan
persaingan bebas. Perdagangan semacam itu antara Barat dengan Negara-negara di
Asia lambat laun dan secara langsung akan mempengaruhi struktur kehidupan
masyarakat, sehingga akulturasi tidak senantiasa menumbuhkan local genius yang
berlaku dalam tradisi atau bahkan mungkin akan menggeser nila-nilai dasar itu
sendiri. Proses akulturasi demikian akan jauh lebih sulit dan berat, seperti
yang dialami oleh masyarakat-masyarakat Asia, termasuk Indonesia.
Jika dilihat dari system perdagangan
yang diadakan antara Indonesia sebagai Negara berkembang dengan negara-negara
maju dari Barat, maka masalahnya menjadi lebih rumit. Hal ini disebabkan salah
satunya karena kualitas dari barang daganganya yang lebih tinggi. Selai itu
menunjukkan dasar pengetahuan teknologi dengan kecanggihan tinggi sebagai latar
belakangnya. Tentu saja bangsa Indonesia ingin menguasai teknologi yang
berkembang di Negara Barat tersebut, sehingga dapat memproduksi sendiri
kebutuhan masyarakat dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan demikian
masyarakat menjadi tidak konsumtif terhadap barang impor dan tidak bergantung
dengan Negara-negara Barat.
Masyarakat Indonesia dan masyarakat
Jawa pada khususnya, dalam perkembangan sejarahnya yang dipengaruhi kebudayaan
India mempunyai kecenderungan pada sikap esoteric dan mudah berorientasi pada
alam transcendental. Jika orientasi ini tidak diimbangi oleh keterbukaan ke
dunia luar, suatu eksoterisme dan keterarahan kepada dunia nyata dan kongkrit,
akan dijumpai kesulitan dalam mengajak masyarakat untuk bersikap produktif,
maju dan positif terhadap teknologi sehingga local genius perlu digali karena
merupakan cirri-ciri kebudayaan masyarakat setermpat untuk dijadikan perangkat
dasar dalam suatu proses modernisasi. Pengembangan local genius memiliki maksud
baik secara batiniyah (subyektif) maupun secara lahiriyah (obyektif).
Kemajuan masyarakat melalui
modernisasi, menuruut Toynbee dalam salah satu bukunya mengenai sejarah,
ditentukan oleh dua criteria, yaitu secara lahiriyah penguasaan terhadap dunia
lingkungannya melalui teknologi, dan secara batiniyah perkembangan kemampuan
masyarakat untuk menentukan sendiri (self determination). Kedua unsure tersebut
merupakan criteria yang berjalan secara dialektis.
Memiliki kekuatan dalam teknologi
(pemanfaatan teknologi) tetapi dalam self determination hanya akan membuat
masyarakat tergantung kepada masyarakat lain. Perkembangan ilmu, teknologi dan
industrialisasi di Negara-negara Barat pada kenyataannya berjalan secara
bersama dengan sikap positif dan kemandirian dari Negara-negara tersebut.
Sehingga mereka menjadi Negara maju yang mandiri, kuat, dan mampu. Namun
Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tidak mengalami perkembangan yang
seimbang dan selaras antara ilmu, teknologi dan industrialisasi disatu pihak
dengan pihak-pihak positif dan self determination dilain pihak.
Dalam keadaan sekarang, ilmu,
teknologi dan industrialisasi didatakan dan dicangkokkan secara eksogen ke
dalam kebudayaan bangsa dengan sikap, pola, dan cara hidup yang belum
sepenuhnya mampu mendukung penguasaan ilmu, dan teknologi tersebut. Dalam
modernisasi perlu dicari dan ditemukan mana local genius yang secara endogen
berkembang dan tumbuh dalam masyarakat, yang dipupuk dan diungkapkan dalam
orientasi, persepsi, sikap dan cara hidup yang sesuai dan mampu mendukung
proses modernisasi.
Selain itu Toynbee juga
mengutuarakan bahwa kebudayaan akan berkembang apabila ada keseimbangan antara
challenge dan response. Jika challengenya terlalu besar sedangkan
kemampuan untuk merespon terlalu kecil, maka kebudayaan tersebut akan terdesak.
Sebaliknya jika challenge terlalu kecil, kreativitas masyarakat tidak tumbuh.
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini challenges untuk modernisasi menjadi
suattu tantangan budaya yang cukup besar sehingga masyarakat harus mempuyai
kemampuan untuk menjawab tantangan tersebut.
Kemampuan untuk menjawab akan
terbentuk apabila local genius dengan segala tahap kehidupannya yang meliputi
orientasi, persepsi, sikap dan cara hidup ditumbuhkan dari dalam dan
dimanifestasikan dalam bentuk lahiriyah. Challenges yang actual sekarang ini
berbentuk ilmu dan teknologi, Karena disamping kemampuannya untuk meningkatkan
kemajuan melalui industrialisasi dengan memasuki jalur kehidupan masyarakat,
sehingga mampu menciptakan struktur tersendiri yang serba teknokratis.
Tantangan tersebut mendorong perlunya menumbuhkan kemampuan response dengan
orientasi yang berpusat pada manusia dan kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar