Apa Itu Sejarah ?
Di suatu sore yang teduh, Raka menemukan sebuah
kotak tua di loteng rumah neneknya. Di dalamnya, tersimpan surat-surat yang
menguning, foto hitam-putih, dan sebuah buku harian kecil. Raka membaca catatan
yang ditulis dengan rapi oleh kakeknya saat muda, bercerita tentang perjuangan
di masa pendudukan Jepang dan bagaimana ia bertahan hidup sambil menyembunyikan
radio di bawah tanah. Raka terdiam. Ia tak pernah tahu bahwa kakeknya, yang
kini renta dan pendiam, pernah begitu berani. Di matanya, sang kakek bukan lagi
sekadar anggota keluarga, tapi seorang tokoh dalam kisah besar yang nyata.
Dari pengalaman sederhana itulah Raka mulai bertanya: apa sebenarnya sejarah itu? Apakah hanya kumpulan cerita orang-orang lama? Ataukah lebih dari itu? Sejarah, pada hakikatnya, bukan hanya tentang tanggal, perang, atau nama-nama besar dalam buku. Sejarah adalah upaya manusia untuk memahami masa lalu, menafsirkan jejaknya, dan mengambil makna darinya. Ia adalah jembatan antara yang sudah terjadi dan apa yang sedang kita jalani saat ini.
Secara akademis, sejarah dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari peristiwa masa lalu umat manusia secara sistematis dan
kritis dengan tujuan memahami perkembangan kehidupan masyarakat dari waktu ke
waktu (Kuntowijoyo, 2001). Namun sejarah bukan sekadar ilmu; ia juga merupakan
narasi, pengalaman, dan cermin identitas. Ia menyentuh kita bukan hanya lewat
data, tapi juga lewat emosi, nilai, dan ingatan. Itulah mengapa sejarah bisa
hadir dalam kisah kakek Raka, atau bahkan dalam album keluarga yang kita
simpan.
Lebih jauh, sejarah adalah cara manusia menjelaskan
siapa dirinya. Dengan memahami apa yang telah terjadi sebelumnya, kita bisa
melihat bagaimana kita sampai di titik ini—baik sebagai individu, masyarakat,
maupun bangsa. Sejarah menjelaskan mengapa suatu bangsa merdeka, bagaimana
budaya terbentuk, atau mengapa nilai-nilai tertentu diwariskan. Ia mengajarkan
kita untuk tidak terputus dari akar, serta membuka jalan agar kita tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
Namun, sejarah bukan sesuatu yang kaku dan mutlak.
Ia terbuka terhadap penafsiran ulang. Fakta sejarah bisa sama, tapi maknanya
bisa berbeda tergantung siapa yang menuliskannya dan dalam konteks apa ia
dibaca. Oleh karena itu, mempelajari sejarah juga mengajarkan kita berpikir
kritis—untuk menggali sumber, membandingkan sudut pandang, dan tidak mudah
menerima satu versi cerita sebagai satu-satunya kebenaran.
Dari cerita Raka, kita belajar bahwa sejarah tidak
harus datang dari buku tebal atau museum megah. Ia bisa lahir dari benda
sederhana, dari memori keluarga, bahkan dari percakapan sehari-hari. Sejarah
adalah milik semua orang, bukan hanya milik para ahli. Dengan mengenali dan
memahami sejarah, kita bukan hanya mempelajari masa lalu, tetapi juga sedang
merangkai jati diri dan arah masa depan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar