1. Konsep Kinerja Guru
Setiap individu yang diberi tugas atau
kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan
mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang
maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang
atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan
(Sulistyorini, 2001,2). Sedangkan Ahli lain berpendapat bahwa Kinerja
merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di
dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari
suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk
menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud
(Tempe, A Dale, 1992,45).
Fatah (1996,22) Menegaskan bahwa kinerja
diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan,
sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan.
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian
kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja guru adalah kemampuan
yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
2.Indikator-Indikator Kinerja Guru
Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu
organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga
kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling
berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal
(Sulistyorini, 2001,42). Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah
yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan,
kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Upaya
tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk
menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.
Kinerja dapat dilihat dari
beberapa kriteria, menurut Castetter (dalam Mulyasa, 2003) mengemukakan
ada empat kriteria kinerja yaitu: (1). Karakteristik individu, (2). Proses, (3). Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil.
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan
bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula
halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru
sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru
diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat
menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan
rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat
perkembangan moral kerja guru. Menurut Pidarta (1999,33) bahwa moral
kerja positif ialah suasana bekerja yang gembira, bekerja bukan
dirasakan sebagai sesuatu yang dipaksakan melainkan sebagai sesuatu yang
menyenangkan. Moral kerja yang positif adalah mampu mencintai tugas
sebagai suatu yang memiliki nilai keindahan di dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan
pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Hal ini
dipertegas oleh Muhamad.A (2001,34) yang mengatakan bahwa kemampuan
bersama-sama dengan bakat merupakan salah satu faktor yang menentukan
prestasi individu, sedangkan prestasi ditentukan oleh banyak faktor
diantaranya kecerdasan.
Penilaian adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data sebagai bahan dalam rangka pengambilan keputusan. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan penilaian, ujungnya adalah pengambilan keputusan. Penilaian kinerja ketua program keahlian tidak
hanya berkisar pada aspek karakter individu melainkan juga pada hal-hal
yang menunjukkan proses dan hasil kerja yang dicapainya seperti
kualitas, kuantitas hasil kerja, ketepatan waktu kerja, dan sebagainya.
Apa yang terjadi dan dikerjakan ketua program keahlian merupakan sebuah proses pengolahan input menjadi output tertentu. Atas dasar itu, terdapat tiga komponen penilaian kinerja ketua program keahlian, yakni:
1. penilaian input, yaitu kemampuan atau kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Orientasi penilaian input difokuskan pada karakteristik individu sebagai objek penilaian dalam hal ini adalah komitmen ketua program keahlian terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Komitmen tersebut merupakan refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial kepala sekolah.
2. penilaian proses, yaitu penilaian terhadap prosedur pelaksanaan pekerjaan. Orientasi pada penilaian proses difokuskan kepada perilaku ketua program keahlian dalam melaksanakan tugas pokok fungsi dan tanggung jawabnya, yakni melaksanakan fungsi manajerial dan fungsi supervisi.
3. penilaian output, yaitu penilaian terhadap hasil kerja yang dicapai dari pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
Orientasi pada output dilihat dari perubahan kinerja sekolah terutama
kinerja guru dan staf sekolah lain yang dipimpinnya.
Fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan Penilaian Kinerja Guru (PK GURU) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan.
Pelaksanaan PK GURU dimaksudkan bukan untuk menyulitkan guru, tetapi sebaliknya PK GURU dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi yang bermutu.
Hasil PK GURU menurut Badrun.A (2005,39) mengatakan bahwa Kinerja guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai in-put dalam penyusunan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan dasar penetapan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Penilai dan guru yang dinilai akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti melanggar prinsip-prinsip pelaksanaan PK GURU, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut:
o Diberhentikan sebagai Guru atau Kepala Sekolah dan/atau Pengawas.
o Bagi penilai, wajib
mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan
proses PK GURU.
o Bagi guru wajib
mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan
mempergunakan PAK yang dihasilkan dari PK GURU.
Penilaian kinerja guru merupakan proses dimana kinerja guru dinilai dan
dievaluasi pada satu periode tertentu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
melalui peningkatan kualitas guru. Sebagai penjaminan kualitas profesionalisme guru.
dievaluasi pada satu periode tertentu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
melalui peningkatan kualitas guru. Sebagai penjaminan kualitas profesionalisme guru.
Relevansi Manajemen Pendidikan dengan Peningkatan Kinerja Guru
Penataan manajemen pendidikan
selanjutnya yaitu mengoperasionalkan paradigma school based management
(SBM) ke dalam school based budgeting (SBB). Hal itu berarti
penganggaran keuangan didasarkan kepada kebutuhan sekolah. Kalau
sekolah ingin menfokuskan kepada peningkatan kualitas guru, berarti
membawa implikasi bahwa segala kebutuhan guru harus terakomodasi.
Misalnya pemenuhan gaji, honor, insentif, penghargaan, promosi,
pemotongan birokrasi, pengembangan karier, dan sebagainya. Penerapan
school based budgeting (SBB) ini cukup efektif dalam meningkatkan
kualitas guru.
Penataan manajemen pendidikan, utamanya untuk perbaikan kualitas guru memerlukan persyaratan. Menurut
Badrun A (2005, 48) ada lima syarat yaitu (1) commitment, (2)
collaboration, (3) concern, (4) consideration, and (5) change.
Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Nasional harus mempunyai komitmen
untuk meningkatkan kualitas dan gaji guru. Tanpa adanya leadership
commitment ini otonomi daerah tidak berhasil. Demikian pula syarat
kolaborasi, juga harus dipenuhi. Antara Pemerintah Daerah, Dinas
Pendidikan Nasional, LPTK, dan lembaga lain yang terkait harus bekerja
sama secara erat merencanakan dan memecahkan masalah. Kemudian,
kepedulian untuk menerapkan peningkatan juga perlu dioperasionalkan
dalam praktik nyata, utamanya dukungan dana yang cukup dari Pemda.
Penyelewengan terhadap rencana harus segera dimodifikasi dengan
pertimbangan yang matang, sehingga perubahan yang diharapkan dapat
tercapai. Lima persyaratan ini sesuai dengan paradigma baru, yakni out
came based.
Hoy dan Miskel, (1987, 66) paradigma penataan
manajemen pendidikan yang efektif di era Otonomi Daerah dapat
digambarkan sebagai berikut.
…………….
1. Badrun,
A. 2005. Prospek Pendidikan dan tenaga kerja (guru) di kabupaten Dompu.
Orasi Ilmiah disampaikan pada saat wisuda mahasiwa Diploma Dua program
PGSD/MI-PGTK/RA STAI Al-Amin Dompu, hal 48
2. Hoy & Miskel, 1987. Education Administration.: Theory, Research and Practice. New York: Random Hausel, hal 66
Pengembangan profesi guru memiliki hubungan
fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru karena memperkuat
kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaan. Pola
pengembangan profesi yang dapat dilakukan antara lain (1) program tugas
belajar, (2) program sertifikasi dan (3) penataran dan work shop. Pengembangan seperti ini mampu menempatkan
guru dalam berkerja secara baik. Karena sangat tidak mungkin seorang
guru yang memiliki pengetahuan sangat sempit dapat menghasilakn dan
memberikan pencerahan kepada siswa yang lebih baik. Jika seorang guru
memiliki pendidikan yang baik maka ada kemungkinan dalam bekerja akan
selalu mempertahakan dan memperhatikan profesionalismenya karena merasa
malu dengan guru yang lain yang berpendidikan rendah tetapi kinerjanya
lebih baik. Perasaan ini memupuk dan memacu guru untuk lebih baik dalam
bekerja.
Menurut Sutaryadi, 1990,85 (dalam
Ponco Dewi, 2003,) bahwa pengembangan kinerja guru yang berkaitan
pengembangan profesi guru dikenal adanya tiga program yakni (1) progrm
pre-service education, (2) program in-service education, dan (3) program
in-service trainning.
1. Program
pre-service education adalah program pendidikan yang dilakukan pada
pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam
suatu jabatan. Lembaga penyelenggaraan program pre-service education
adalah suatu pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi. Pada bidang ilmu pendidikan program pre-service education
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) baik
non gelar maupun yang bergelar.
2. Program
in-service education adalah program pendidikan yang mengacu pada
kemampuan akademik maupun profesional sesudah peserta didik mendapat
tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki
jabatan guru dapat berusaha meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan
lanjut yang berijasah D-2 dapat melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S-1,
atau dari S-1 ke S-2 dan S-3 di samping itu dapat berupa jurusan
tertentu ke jurusan lain.
3. Program
in-service trainning adalah suatu usaha pelatihan yang memberi
kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal
ini adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.
Pada umumnya yang paling banyak
dilakukan dalam program in-service trainning adalah melalui penataran
yaitu (1) penataran penyegaran yaitu usaha pengembangan kinerja guru
agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta
menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan
baik. Sifat penataran ini memberi penyegaran sesuai dengan perubahan
yang terjadi di masyarakat agar tidak ketinggalan jaman, (2) penataran
peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan kemampuan guru sehingga
mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar
yang ditentukan, dan (3) penataran penjenjangan adalah suatu usaha
meningkatkan kemampuan guru dalam bidang jenjang struktural sehingga
memenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan
standar yang ditentukan.
Menurut Uzer Usman (2002, 83) bahwa
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu (1) kemampuan yang
ada pada diri guru agar dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga
hasil belajar dapat tercapai dengan lebih efektif, (2) kemampuan sosial
yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi manfaat bagi pemenuhan
yang diperuntukan bagi masyarakat. (3) kompetensi profesional adalah
kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.
Peningka tan kinerja guru serta
kemampuan profesionalnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan
sekaligus pembinaan komitmennya. Untuk pembinaan dapat dilakukan dalam
dua hal yaitu (1) peningkatan kemampuan profesional guru melalui
supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar yang
diklasifikasikan dalam faktor pengembangan
profesi, (2) pembinaan komitmen melalui pembinaan kesejahteraannya yang diklasifikasikan dalam faktor tingkat kesejahteraan.
Pembentukan ilkim kerja yang baik
dalam penyelenggaraan sekolah memberikan nuasa bekerja yang lebih baik,
guru tidak akan ragu dan tetap merasa nyaman dalam bekerja. Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh
setiap guru dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian
dalam lingkungannya. Menurut Bafadal I, (2003) bahwa untuk menciptakan
suasana kerja yang baik ada dua hal yang dilakukan dan diperhatikan
antara lain (1) guru sendiri, dan (2) hubungan dengan orang lain dan
masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri, guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan
suasana itu dengan berbagai cara misalnya (1) di dalam kelas penggunaan
metode mengajar yang sesuai maupun penyediaan alat belajar yang cukup
serta pengaturan organisasi kelas yang mantap atau pendekatan lain yang
diperlukan, (2) diluar kelas dapat menciptakan hubungan yang lebih
dengan guru lain, pegawai dan Kepala Sekolah serta siswa itu sendiri.
Terciptanya iklim kerja yang lebih baik tidak terlepas dari kemampuan
guru dalam memahami keadaan yang terjadi disekelilingnya, guru berusaha
semaksimal mungkin untuk bersikap terbuka terhadap persoalan-persoalan
yang menggangu kelancaran kerjannya baik dengan guru lain maupun dengan
kepala sekolah, guru harus berusaha membentuk pikiran-pikiran yang
positif terhadap persoalan yang dihadapi sehingga memberikan jalan
terselesaikannya persoalan secara baik dan cepat tanpa ada pihak yang
dirugikan.
Untuk kategori kemampuan profesional dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut :
- Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
- Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
- Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
- Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
- Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru.
- Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
- Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
Kinerja guru akan menjadi optimal,
bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala
sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna
bila dibarengi dengan niat yang bersih dan ikhlas, serta selalu
menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk
dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk
meningkatkan kearah yang lebih baik yang diikuti dengan memperbaiki
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian kinerja yang
dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan
tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini.
Mengoptimalkan integrasi seluruh
komponen yang terlibat dalam sekolah melalui pendekatan-pendekatan yang
manusiawi dan memahami serta mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja guru sangat urgen sebagai langkah antisipasi dalam mencari
pemecahan terhadap peningkatan mutu pendidikan secara umum. Sehingga
dukungan yang dapat diberikan dalam manajemen pendidikan yaitu sebagai
acuan dan pedoman bagi pengambil kebijakan tehnis untuk mengelola
pendidikan secara profesional terutama dalam mengelola dan meningkatkan
kinerja guru.
Penataan manajemen pendidikandalam
upaya meningkatkan kinerja guru harus juga dilihat dalam aspek
pengembangan profesionalisme guru maka alternatif pengembangan
profesionalisme guru menjadi program-program yang mampu mempengaruhi
kinerja guru.
Menurut Diknas (2005.105)
berdasarkan hasil analisis situsional di masing-masing daerah ada
berbagai alternatif peningkatan profesionalisme guru yang dapat
dilakukan oleh
a. Dinas Pendidikan setempat.
b. Dinas pendidikan bekerjasama atau melibatkan instansi lain atau unsur terkait di masyarakat.
c. Masing-masing guru sebagai kegiatan individual dan mandiri.
d. Kerjasama antara Dinas Pendidikan dan guru (sekolah).
Program Supervisi Pendidikan.
Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas
tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, ada
saja kekurangan dan kelemahan yang dijumpai pada guru saat melaksanakan
proses pembelajaran maka untuk memperbaiki kondisi demikian peran
supervisi pendidikan menjadi sangat penting untuk dilaksanakan sebagai
upaya meningkatkan prestasi kerja guru yang pada gilirannya meningkatkan
prestasi sekolah. Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan
guru tetapi pelaksanaan suparevisi pada dasarnya adalah proses pemberian
layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar
yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar.
Kepala sekolah yang melaksanakan supervisi
pada guru harus mampu menempatkan diri sebagai pemberi bantuan bukan
sebagai pencari kesalahan, hal ini dilakukan untuk menghindari
kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda antara guru dengan kepala
sekolah, selain itu
untuk memberikan rasa nyaman guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dan menerima segala perbaikan yang
diberikan kepala sekolah.Tujuan akhir dari kegiatan supervisi pendidikan
adalah untuk memperbaiki guru dalam hal proses belajar mengajar agar
tercapai kualitas proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas
hasil belajar siswa.
Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).
MGMP adalah forum atau wadah kegiatan
profesional guru mata pelajaran sejenis. Hakekat MGMP berfungsi sebagai
wadah atau sarana komunikasi, konsultasi dan tukar pengalaman. Dengan
MGMP ini diharapkan akan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam
melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai dengan kebutuhan peserta
didik. Wadah komunikasi profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan
kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya tidak hanya
peningkatan kemapuan guru dalam hal menyusun perangkat pembelajaran
tetapi juga peningkatan kemapuan, wawasan, pengatahun serta pemahaman
guru terhadap materi yang diajarkan dan pengembangannya. Sehingga tujuan
dari MGMP ini tidak lain memumbuhkan kegairahan guru untuk meningkatkan
kemapuan dan keterampilan dalam mempersiapkan, melaksanakan dan
mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
sikap percaya diri sebagai guru; menyetarakan kemampuan dan kemahiran
guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sehingga dapat
menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan;
mendiskusikan permasalahan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas
sehari-hari dan mencari penyelesaian yang sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, guru, kondisi sekolah dan lingkungan; Membantu guru
memperoleh informasi tehnis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan
keilmuan dan Iptek, kegiatan pelaksanaan kurikulum, metodologi, dan
sistem evaluasi sesuai dengan mata pelajaran yang bersangkutan; Saling
berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka menyesuaikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melakukan penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas).
Peningkatan profesionalisme guru
dapat juga dilakukan melalui optimalisasi pelaksanaan Penelitian
tindakan kelas yang merupakan kegiatan sistimatik dalam
rangka merefleksi dan meningkatkan praktik pembelajaran secara terus
menerus sebab berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan
memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran berlangsung.
Kegiatan penelitian tindakan kelas
ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses belajar mengajar dan
meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
juga untuk meningkatkan hasil belajar siswa sebab melalui kegiatan ini
guru dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dilakukan dan keterbatas
yang harus diperbaiki.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar