Mengapa Pemerintah RI membentuk BKR dan bukan Tentara ?
Presiden Sukarno dalam pidatonya pada 23 Agustus 1945 menyerukan bekas prajurit PETA, Heiho, dan para pemuda Indonesia yang sebelumnya pernah mengikuti latihan atau pendidikan militer untuk bergabung dalam BKR. Salah satu alasan pemerintah tidak membentuk tentara adalah agar tidak menimbulkan kecurigaan dan mencegah bentrokan dengan pihak asing, terutama Jepang yang saat itu masih berada di Indonesia. Meskipun telah kalah perang, tentara Jepang masih memiliki persenjataan yang cukup lengkap.
Badan Keamanan Rakyat (BKR) |
Meskipun BKR pada akhirnya dibubarkan dan diganti dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, organisasi ini berperan penting sebagai salah satu wadah perjuangan pada masa awal kemerdekaan. TKR inilah yang merupakan cikal bakal TNI yang ada saat ini.
Mengapa pemerintah baru membentuk TKR pada bulan Oktober 1945? Apakah pada saat itu Jepang sudah pergi dari Indonesia sehingga pemerintah berani membentuk TKR? Ataukah ada alasan lainnya yang lebih mendesak untuk membentuk sebuah organisasi tentara kebangsaan?
Pada masa awal kemerdekaan juga terjadi dua perkembangan penting dalam bidang politik, yaitu pembentukan partai-partai politik dan perubahan sistem dalam sistem kabinet. Wakil presiden Mohammad Hatta mengeluarkan sebuah maklumat pada 3 November 1945 untuk mendorong pendirian partai-partai politik sebagai bagian dari persiapan menyongsong pemilihan umum pertama yang dirancanakan akan dilangsungkan pada bulan Januari 1946. Pemerintah mempertegas kembali saran untuk mendirikan partai-partai politik dalam Maklumat 14 November 1945. Maklumat ini juga memiliki arti penting lain, yaitu berubahnya sistem pemerintahan dengan adanya jabatan Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet.
Maklumat pemerintah tanggal 3 dan 14 November 1945 perlu dipahami dalam situasi politik global pada masa itu. Selepas Proklamasi Kemerdekaan, beberapa pihak asing menuduh bahwa RI adalah negara bentukan Jepang. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta juga dituduh bagai kolaborator Jepang. RI juga dituduh sebagai negara yang fasis, apalagi pada awalnya PNI ditetapkan sebagai partai negara. Sistem partai tunggal seperti itu seringkali dikaitkan dengan ciri negara fasis seperti pada masa Perang Dunia II. Oleh karenanya, untuk meyakinkan dunia internasional bahwa RI adalah negara yang demokratis dan bukan fasis, pemerintah melakukan beberapa perubahan seperti yang disebutkan dalam kedua maklumat tersebut.
Adanya Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet seperti yang disampaikan dalam Maklumat 14 November 1945 memang tidak sesuai dengan UUD 1945. Akan tetapi, dalam situasi politik saat itu, hal ini merupakan adaptasi yang dilakukan oleh RI dan respon terhadap perkembangan internasional agar pihak asing, terutama Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II, percaya bahwa RI adalah negara yang demokratis dan bukan negara fasis bentukan Jepang. Sebagai negara yang baru merdeka, RI sangat membutuhkan dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menghadapi ambisi Belanda yang ingin kembali menjajah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar